desawisatasumberbulu.com – Papua masih belum bisa disebut merdeka dengan kualitas pendidikan yang mereka miliki saat ini. Pembaruan pendidikan di Papua harus dilaksanakan dengan langkah khusus dan mengikutsertakan keterlibatan warga dalam turut andil mengambil tindakan bagi kemajuan pendidikan disana dan tentunya perlu loyalitas lebih nyata dari pemerintahan juga tentunya.
Tahun ini topik Hari Pendidikan Nasional kita ialah “Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar”. Melihat topik yang diangkat tahun ini, rasanya kembali lagi Papua akan menemui kesusahan untuk merealisasikannya dalam mutu dan kualitas yang dimaksudkan guna peningkatan pendidikan yang mereka miliki disana.
Permasalahan pendidikan di Papua masih sama dengan beberapa puluh tahun yang lalu seperti kemampuan, kapabilitas, distribusi, dan kekurangan guru tetap menjadi permasalahan khusus. Laporan tentang kemampuan literatur dan numerasi Papua tetap di bawah 50 %, angka normal semestinya di atas 80 %. Dengan keadaan literatur dan numerasi yang lebih rendah itu, pastinya mempengaruhi kesejahteraan penduduknya.
Bila di dunia pendidikan mengenali istilah kejadian luar biasa (KLB), rendahnya tingkat literatur di Papua ini semestinya masuk ke kelompok KLB, yang menjadi sorotan utama dan perhatian khusus pemerintah. Peranan guru dan orangtua saja tidaklah cukup. Papua memerlukan loyalitas lebih nyata dari pemerintahan pusat sampai kepada pemerintahan wilayahnya.
Baca Juga : Alasan Kenapa Harus Memilih Jurusan Psikologi
Papua ialah daerah yang spesifik, baik dari segi rentang geografis, budaya, atau sejarah, hingga mengaplikasikan kurikulum yang sama dengan kurikulum nasional pastilah tidak akan berhasil. Bila tujuan pemerintahan pusat ialah membuat kurikulum yang sanggup membuat lembaga pendidikannya berkompetisi dengan kualitas di dunia internasional, Papua akan makin tertinggal karena tetap memiliki permasalahan akses pendidikan yang masih belum seutuhnya terselesaikan. Contohnya saja tingkat kehadiran guru yang cukup rendah di beberapa sekolah di pedalaman.
Permasalahan pendidikan di Papua masih fundamental. Susahnya akses pada pendidikan dasar tetap menjadi permasalahan khusus. Karena itu, bagaimana kita bisa mengharap warga Papua semakin lebih memiliki kemampuan hadapi peralihan bila membaca saja belum juga lancar. Tanpa kemampuan literatur yang bagus, jangankan untuk cari jalan keluar, pahami keadaan saja tentu tidak gampang.
Tahun 2018 Wahana Visi Indonesia (WVI) melakukan program piloting bernama wahana literasi di beberapa wilayah seperti Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak, Kabupaten Asmat dan Kabupaten Jayawijaya. Program ini direncanakan untuk membantu sekolah, orang-tua, dan warga agar semakin memberikan dukungan peningkatan literatur anak. Beberapa program yang dilakukan, diantaranya, berbentuk kenaikan kemampuan guru, sekolah, dan komunitas, termasuk parenting literatur ke orang-tua.
Program ini melahirkan 24 rumah baca di sejumlah kabupaten di Papua, dengan panduan para relawan dari tiap daerah. Dari para guru dan panduan yang sudah dilatih, selain berjalannya kelas-kelas membaca di dalam rumah baca, sejumlah buku anak sudah diedarkan. Membaca narasi dengan background yang dekat sama anak pasti makin menghidupkan ketertarikan baca.
Program wahana literasi ini bukan hanya tingkatkan kemampuan baca secara literal untuk anak, tapi juga lebih dari kemampuan untuk pahami apa yang mereka baca. Pada 2022, program itu sukses berperan tingkatkan kemampuan anak saat membaca dengan pengetahuan dari 46,63 % menjadi 62,28 % dengan contoh pelajar sekitar 1.649.
Sepanjang berjalannya program, kami mengetahui jika usaha membenahi pendidikan di Papua tidak bisa dilaksanakan dengan partial. Tingkatkan kemampuan guru dan pengajar juga harus disokong oleh peraturan. Bujet untuk pendidikan harus sampai ke beberapa anak yang membutuhkannya. Saat ini kami sedang berencana kampanye selanjutnya, yakni Baca Tanpa Batasan. https://www.desawisatasumberbulu.com/
Poin Khusus Yang Harus Menjadi Perhatian Bagi Peningkatan Pendidikan Di Papua
Merdeka Belajar untuk Papua harus diartikan dengan berlainan. Pada tingkat tapak, ide-inisiatif mungkin sudah diawali oleh ormas atau komunitas. Namun, program itu belum pasti bisa ditanggung keberlanjutannya. Pemerintahan yang memiliki bujet pendidikan yang tinggi untuk Papua harus pastikan jika keuangan itu betul-betul sampai ke warga dan sesuai keperluan.
Selanjutnya, kurikulum pendidikan yang sesuaikan fase-fase kemampuan peserta didik telah sesuaikah dengan beberapa anak di Papua. Budaya-budaya, seperti meramu, memasuki rimba untuk memburu dan cari damar membuat beberapa anak harus meng ikuti orangtuanya hingga tidak bisa belajar dalam sekolah. Apa beberapa hal seperti ini telah dipikir oleh pemerintahan saat akan membuat kurikulum? Apa kurikulum nasional tidak begitu berat untuk dilakukan beberapa sekolah di wilayah yang kesusahan akses?
Bila Merdeka Belajar yang ditujukan oleh Kemendikbudristek ialah memberi beberapa pilihan ke anak didik, di Papua opsinya mungkin tidak sama dengan daerah lain. Pendidikan di Papua harus diatasi langkah khusus dan mengikutsertakan keterlibatan warga.
Papua belum bisa disebutkan merdeka dengan pendidikan. Rendahnya pendidikan di Papua akan berpengaruh benar-benar luas dan periode panjang. Tingginya perselisihan di Papua, rendahnya kualitas kesehatan, yang berbuntut pada makin jauhnya ketidaksamaan kesejahteraan warga di Papua dibanding provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Untuk Papua, semua kalangan masyarakat betul-betul memang seharusnya bergerak bersama untuk membenahi keadaan pendidikannya. Diam saja dan biarkan Papua, khususnya beberapa anak tidak bisa membaca dan memahami angka, sama maknanya biarkan perselisihan makin meluas, dan tidak memberikan peluang beberapa anak menjadi angkatan penerus yang memiliki ketahanan diri untuk perjuangkan mimpi dan masa depan mereka.
Sumber : https://www.oregonstripclubs.com/